1. DEFENISI
Konsumen adalah makhluk social, yaitu
makhluk yang hidup bersama dengan orang lain, berinteraksi dengan sesamanya.
Orang-orang sekeliling inilah yang disebut sebagai lingkungan social konsumen.
Konsumen saling berinteraksi satu sama yang lain, saling mempengaruhi dalam
membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap
penting. Salah satunya unsur lingkungan social adalah budaya.
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Budaya mengaju pada nilai, gagasan,
artefak dan symbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk
berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya
bukan hanya yang bersifat abstrak, seperti nilai, pemikiran dan kepercayaan,
budaya bisa berbentuk objek material, rumah, pakaian, kendaraan adalah
contoh-contoh produk yang bisa dianggap sebagai budaya suatu masyarakat.
Undang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi dan bahasa adalah beberapa
contoh lain dari budaya suatu masyarakat.
Dalam sudut pandang perilaku konsumen,
relevansi studi tentang budaya ada dua tahap, yaitu :
Pertama, budaya suatu masyarakat selalu berkembang/berubah. Perubahan ini membawa dampak pada perilaku anggota masyarakat tersebut dan akan membawa pengaruh pada perilaku mereka sebagai konsumen.
Kedua, untuk produk-produk yang sudah menjangkau multinasional, masalah perbedaan budaya pada setiap negara harus dipahami dengan seksama agar komunikasin dan pemasaran produk dapat diadaptasi sesuai budaya setempat.
Apa yang dapat dipasarkan di negara-negara Eropa belum tentu dapat dipasarkan di negara-negara Afrika, demikian pula sebaliknya.
Dalam suatu kelompok masyarakat, selain budaya, juga terdapat norma-norma yang lebih spesifik dan unik yang dianut oleh kelompok-kelompok yang lebih kecil dalam masyarakat tersebut tercermin adat istiadat dan kebiasaan khusus.
Pertama, budaya suatu masyarakat selalu berkembang/berubah. Perubahan ini membawa dampak pada perilaku anggota masyarakat tersebut dan akan membawa pengaruh pada perilaku mereka sebagai konsumen.
Kedua, untuk produk-produk yang sudah menjangkau multinasional, masalah perbedaan budaya pada setiap negara harus dipahami dengan seksama agar komunikasin dan pemasaran produk dapat diadaptasi sesuai budaya setempat.
Apa yang dapat dipasarkan di negara-negara Eropa belum tentu dapat dipasarkan di negara-negara Afrika, demikian pula sebaliknya.
Dalam suatu kelompok masyarakat, selain budaya, juga terdapat norma-norma yang lebih spesifik dan unik yang dianut oleh kelompok-kelompok yang lebih kecil dalam masyarakat tersebut tercermin adat istiadat dan kebiasaan khusus.
2.
MITOS DAN RITUAL KEBUDAYAAN
Setiap masyarakat memiliki serangkaian
mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen
simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos
mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ). Ada mitos pewayangan
yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk,
seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga
pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana
menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-benda yang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-benda yang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
3.
BUDAYA DAN KONSUMSI
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti .
Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut
menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila
harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang
menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang
norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk
makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin
untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk
tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen
untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam
masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau
makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga
resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa
atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon
dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk , segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
4.
STRATEGI PEMASARAN DENGAN MEMPERHATIKAN
BUDAYA
Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan
berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya
suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan
produk, segmentasi dan promosi.
Beberapa perubahan pemasaran yang dapat
mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
5.
TINJAUAN SUB – BUDAYA
Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks
penilaian seperti:
a. Afeksi
dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian
terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung kearah
berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau
aktivitas.
b. Perilaku.
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang
dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang ditentukan
oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan faktor eksternal
(lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
c. Faktor
Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih
berarti daripada sebagian-bagian. Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin
berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor
lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.
6. SUB-BUDAYA DAN DEMOGRAFI
Sub-budaya adalah budaya yang ada didalam
suatu masyrakat bida dibagi lagi kedalam beberapa bagian yang lebih kecil. Sub-budaya
biasanya tumbuh dari adanya kelompok-kelompok kecil didalam suatu masayarakat. Suatu
budaya akan terdiri dari beberapa kelompok kecil lainnya, yang dicirikan oleh
adanya perbedaan perilaku antarkelompok kecil tersebut. Perbedaan kelompok
tersebut berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi dan demografi.
Variabel yang termasuk kedalam demografis adalah:
1.
Sub Etnis Budaya.
2.
Sub Budaya-agama.
3.
Sub Budaya Geografis dan Regional.
4.
Sub Budaya Usia.
5.
Sub Budaya Jenis Kelamin.
7.
LINTAS BUDAYA (CROSS CULTURAL CONSUMER
BEHAVIOR)
Lintas Budaya
adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk
variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui
memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku,
bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah
psikologi.
Menurut Seggal,
Dasen dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah
mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara
perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Pengertian ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman
perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks
budaya, tempat perilaku terjadi.
Menurut Triandis,
Malpass dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok
persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode
pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi
pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar
menjadi universal. Sementara Brislin, Lonner dan Thorndike (1973) menyatakan
bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai
kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke
arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980)
mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik
mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam
budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
8. BAURAN PEMASARAN DALAM
LINTAS BUDAYA
Beberapa hal dalam pemasaran internasinal
yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana mengorganisasikan
perusahaaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana keputusan masuk ke
dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan standarisasi, bagaimana
merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi, bagaimana merencanakan
promosi, dan bagaimana menentukan harga produk.
SUMBER: