Jumat, 26 Desember 2014

Tulisan 2 Etika Bisnis

Soal-soal Teori Pengambilan Keputusan
1.      Apa yang dimaksud dengan proses pengambilan keputusan?
Jawab:
Proses Pengambilan Keputusan merupakan tahap-tahap yang harus dilalui atau digunakan untuk membuat keputusan. Tahap-tahap ini merupakan kerangka dasar sehingga setiap thap dapat dikembangkan lagi menjadi subtahap yang disebut langkah yang lebih khusus atau spesifik dan lebih operasional.
2.      Umumnya proses pengambilan keputusan terdiri atas 3 tahap. Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap proses pengambilan keputusan!
Jawab:
      Tahap-tahap proses pengambilan keputusan:
a.       Penemuan Masalah
Pada tahap ini masalah harus didefenisikan dengan jelas. Sehingga perbedaan anatara masalah dan bukan masalah , misalnya isu menjadi jelas.
b.      Pemecahan Masalah
Tahap ini merupakan thap dimana masalah yag ada sudah jelas, kemudian diselesaikan. Langkah-langkahnya yaitu:
1.      Indentifikasi alternatif
2.      Perhitungan mengenai faktor-faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya atau diluar jangkauan manusia, identifikasi peristiwa-peristiwa dimasa datang (state of nature)
3.      Pembuatan alat (sarana) untuk mengevaluasi atau mengukur hasil. Biasanya berbentuk tabel hasil (pay of table).
4.      Pemilihan dan penggunaan model pengambilan keputusan.
c.       Pengambilan keputusan
Keputusan yang diambil adalah berdasarkan pada keadaan lingkungan atau kondisi yang ada, seperti kondisi pasti, kondisi beresiko, kondisi tidak pasti dan kondisi konflik.

3.      Sebutkan dan jelaskan mengenai proses pengambilan keputusan yang dikemukan oleh:
a.       Herbert A Simon
b.      Richard I Levin
c.       Sir Francis Bacon
d.      Prof. Dr. Mr. S. Prayudhi Atmosudirjo
Jawab:
a.       Menurut Herbert A. Simon
Proses pengambilan ada 3 fase, yaitu:
1.      Fase Intelegensia
Fase ini merupakan informasi untuk keadaan yang memungkinkan (dalam rangka pengambilan keputusan).
2.      Fase Desain
Fase ini merupakan kegiatan perencanaan dalam pengambilan keputusan, yang terdiri:
·         Identifikasi Masalah
·         Formulasi Masalah
3.      Fase Pemilihan
Fase ini merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan.

b.      Menurut Richard I. Levin
Proses pengambilan keputusan terdiri dari 6 tahap, yaitu:
1.      Observasi : berupa aktivitas lapangan, riset yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan sebagai data penunjang.
2.      Analisis dan Pengenalan Masalah : merupakan aktivitas penentuan penggunaan, penentuan tujuan dan penentuan batasan-batasan yang digunakan sebagai petunjuk untuk mencari pemecahan yang dibutuhkan.
3.      Pengembangan Model : berupa aktivitas peralatan pengambilan keputusan yang berhubungan model matematik, riset yang dapat menjadi model yang berfungsi di bawah batasan lingkungan yang telah ditetapkan.
4.      Memilih data masukan yang sesuai : berupa data internal dan eksternal yang dapat menjadi input yang memadai untuk mengerjakan dan mengetes model yang digunakan.
5.      Perumusan dan pengetesan yang dapat dipertanggungjawabkan : berupa pengetesan, batasan dan pembuktian yang dapat menjadi pemecahan yang membantu pencapaian tujuan.
6.      Penerapan Masalah : berupa pembahasan, pelontaran ide dan perilibatan manajemen untuk menunjang model operasi dalam jangka yang lebih panjang.

c.       Menurut Sir Francis Bacon
Proses pengambilan keputusan terdiri dari 6 tahap, yaitu:
1.      Merumuskan atau mendefenisikan Masalah: merupakan tahap untuk mencari masalah yang sebenarnya.
2.      Pengumpulan Informasi yang relevan : merupakan tahap pencarian faktor-faktor yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui penyebab timbulnya masalah.
3.      Mencari Alternatif Tindakan : tahap ini merupakan pencarian kemungkinan yang dapat ditempuh berdasarkan data dan permasalahan yang ada.
4.      Analisis Alternatif : tahap ini merupakan analisis terhadap setiap alternatif  menurut kriteria terntentu yang sifatnya kualitatif dan kuantitatif.
5.      Memilih Alternatif Terbaik : yaitu memilih alternatif terbaik yang dilakukan atas kriteria dan skala prioritas tertentu.
6.      Melaksanakan Keputusan dan Evaluasi Hasil : merupakan tahapan pelaksanaan dan pengambilan tindakan. Evaluasi hasil memberikan masukan untuk memperbaiki sebuah keputusan.

d.      Menurut Prof. Dr. Mr. S. Prayudhi Atmosudirjo
Proses pengambilan keputusan sebagai berikut:
1.      Seseorang mula-mula harus menyadari dan menempatkan diri sebagai pemimpin dalam organisasi dan bertanggung jawab sebagi pemimpin serta harus memutuskan sesuatu jika dalam organisasi tersebut timbul suatu masalah.
2.      Masalah yang dihadapi terlebih dahulu harus ditelaah mengingat masalah itu memiliki macam-macam sifat, bentuk dan kompleksitasnya.
3.      Menganalisi yang mempengaruhi organisasi dan masalahnya.
4.      Menelaah keputusan kemudian dipilih salah satu diantara alternatif-alternatif yang dianggap paling tepat.
5.      Setelah keputusan diambil kemudian dilaksanakan. Keberhasilan pelaksanaan keputusan akan saling terpengaruh dari jiwa kepemimpinan dan manajemen dari pimpinan yang bersangkutan.

Moralitas Koruptor

ABSTRAK


Katrin A L. Tobing, 13211919
MORALITAS KORUPTOR
Jurnal, Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci : Moralitas, Korupsi


Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengertian moralitas dan korupsi. Latar belakang dari penulisan ini adalah kian maraknya korupsi di Indonesia dan dampaknya terhadap negara. Salah satu contohnya adalah korupsi yang melibatkan Mantan Dirut RS Cibabat Cimahi.
Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang didapat dari buku-buku dan internet. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadi tindak pidana korupsi yang melibatkan para kepala daerah yang seharusnya menjadi panutan bagi daerahnya. Pendidikan dan kepercayaan masyarakat yang tinggi tidak menjamin seorang manusia tidak melakukan korupsi.

Berdasarkan hasil penulisan maka didapatkan hasil bahwa korupsi telah menghilangkan moralitas seseorang. Untuk mencari keuntungan pribadi maka para koruptor mengesampingkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai manusia juga sebagai pengemban amanat rakyat.







BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Kasus korupsi bukan lagi sekedar masalah yang biasa di Negara Indonesia. Korupsi di Indonesia tidak ada habis-habisnya dari tahun ke tahun, bahkan semakin berkembang. Hal ini merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Korupsi merupakan ancaman bagi kelansungan bangsa ini. Tindak pidana korupsi berdampak luas, bukan hanya menyangkut keuangan negara, tetapi juga mampu merusak sistem pemerintahan, perekonomian dan pembangunan. Untuk itu pemberantasan tindak korupsi itu dilakukan dengan cara luar biasa dengan menggunakan cara-cara khusus.
Pemerintah pusat membentuk suatu badan khusus untuk memberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK merupakan lembaga yang harus membuktikan kerucigaan mereka terhadap seseorang tentang apakah mereka melakukan korupsi atau tidak yang berkaitan dengan bidang ekonomi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Pentingnya moralitas bagi setiap warga Negara
2.      Penyebab terjadinya korupsi

1.3  Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini, penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.      Pengertian korupsi
2.      Pengertian moral dan moralitas
3.      Jenis korupsi
4.      Penyebab korupsi
5.      Dampak korupsi
6.      Pemberantasan korupsi

1.4  Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan mengenai Moralitas Koruptor. Maksud dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian korupsi
2.      Untuk mengetahui pengertian moral dan moralitas
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi
4.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi
5.      Untuk mengetahui dampak adanya korupsi
6.      Untuk mengetahui cara pemberantasan korupsi












BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Korupsi
Dilihat dari segi peristilahan, kata Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau menurut Webster Student Dictionary adalah corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu pula berasal dari kata asal corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa di Eropa seperti inggris: corruption, corrupt; Prancis: corruption; Belana: corruptie (korruptie). Dapat diduga istilah korupsi berasal dari bahasa belanda ini yang kemudian di adopsi ke bahasa Indonesia: “korupsi”.
Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah. Arti kata Korupsi yang telah diterima dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia itu: “Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.”

2.2  Pengertian Moral dan Moralitas
1.    Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadisusila berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.

2.    Moralitas
Menurut W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak. 


2.3  Jenis Korupsi
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
1.    Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 
2.    Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
3.    Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
4.    Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.






BAB III
METODOLOGI PENULISAN

3.1 Objek Penelitian
Objek penulisan ini adalah kasus korupsi Mantan Dirut RS Cibabat Cimahi.
3.2 Data yang digunakan
Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh penulis secara tidak langsung (melalui media perantara).
3.3 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan yaitu mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan serta menggunakan metode searching di internet, yaitu dengan membaca referensi-referensi berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas ini.















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  Sejarah terjadinya korupsi
Era Sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh “budaya-tradisi korupsi” yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat menyirnak bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadfnya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan diIndonesia.
Era Pasca Kemerdekaan
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi – Paran dan Operasi Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Era Orde Baru
Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.


Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya “korupsi” lebih banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni, kecuali secara “konkesuen” alias “kelamaan”.

4.2  Faktor Penyebab terjadinya korupsi
Ada 6 faktor utama penyebab muncul dan berkembangnya korupsi di Indonesia berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ilham Gunawan maupun Theodore M. Smith:
1.      Faktor Politik, yaitu terutama melibatkan persoalan kemauan atau itikad baik rezim dan elite politik dalam menyelesaikan kasus politik.
2.      Faktor Yuridis, yaitu persoalan masih lemahnya perundang-undangan dan sanksi hukum yang terkait dengan persoalan korupsi. Termasuk dalam hal ini adalah komitmen dan integritas aparat.
3.      Faktor Budaya, termasuk di dalamnya adalah masih berkembangnya pandangan feodalistik dan sikap ingin dilayani serta hidup mewah, yang bekerja dalam alam bawah sadar kebanyakan aparat dan elite pemerintahan.
4.      Faktor Struktur Administrasi Pemerintahan, terutama lemahnya pengawasan, yang membuka peluang terjadinya praktik korupsi.
5.      Faktor Insentif Ekonomi yang tidak berimbang sehingga “secara rasional” cukup memancing aparat birokrasi untuk mencari tambahan dengan cara-cara menyalahgunakan wewenang.
6.      Faktor Historis, dalam hal ini terkait dengan soal dua warisan utama kolonialisme yankni hadirnya “mental korup” dan struktur pemerintahan yang berorientasi menjadi pelayan atasan (pangreh praja) ketimbang pelayan masyrakat, dimana imbasnya mulai terasa sejak awal kemerdekaan hingga era Orde Baru.

4.3  Dampak Korupsi
 Dampak Finansial
1.      Pengeluaran tidak penting dengan biaya mahal untuk pembelanjaan, investasi, jasa, atau pendapatan negara menjadi rendah karena tidak diperlukannya surat ijin, perijinan, konsensi dan sebagainya;
2.      Sub perincian kualitas penyediaan atau pekerjaan tidak sesuai dengan harga yang dibayar;
3.      Pembebanan kewajiban keuangan kepada pemerintah atas pembelanjaan atau penanaman modal yang tidak diperlukan atau tidak bermanfaat yang secara ekonomi biasanya bernilai sangat besar; dan
4.      Pembebanan atas biaya perbaikan awal kepada pemerintah yang kerap diikuti dengan berbagai alasan biaya perawatan.
Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dapat terdiri atas beban kepada pemerintah untuk biaya pelaksanaan, perawatan dan peminjaman hutang untuk investasi atau pembelanjaan, yang tidak digunakan secara benar demi kepentingan ekonomi negara. Lebih jauh, dampak ekonomi dapat terjadi apabila tingkat penanaman modal terus berkurang sebagai akibat tingginya angka korupsi yang dapat mengancam para penyelenggara bisnis, sehingga kelak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.
Dampak Lingkungan
Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Karena proyek-proyek yang dikerjakan biasanya tidak mengikuti standarisasi lingkungan negara tersebut (atau internasional). Akibat dari penolakan mengikuti standarisasi tersebut akan berdampak kerusakan parah pada lingkungan dalam jangka panjang dan tentunya berimplikasi pada tingginya resiko masalah kesehatan.

Dampak pada Kesehatan dan Keselamatan Manusia
Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat kualitas lingkungan yang buruk, penanaman modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban.

Dampak pada Inovasi
Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi. Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada hasil korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya untuk melakukan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan korupsi untuk tidak merasa harus menanamkan modal berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka tidak mampu mengakses pasar.

Erosi Budaya
Ketika orang menyadari bahwa tidak jujurnya pejabat publik dan pelaku bisnis, serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku-pelaku korupsi, akan menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya kejujuran dengan sendirinya dan membentuk kepribadian masyarakat yang tamak.
Menurunnya Tingkat Kepercayaan Kepada Pemerintah
Ketika orang menyadari bahwa pelaku korupsi dilingkungan pemerintahan tidak dijatuhi hukuman, mereka akan menilai bahwa pemerintah tak dapat dipercaya. Kemudian secara moral, masyarakat seakan mendapat pembenaran atas tindakannya mencurangi pemerintah karena dianggap tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Kerugian Bagi Perusahaan yang Jujur
Jika peserta tender yang melakukan korupsi tidak mendapat hukuman, hal ini akan menyebabkan peserta yang jujur akan mengalami kerugian karena kehilangan kesempatan melakukan bisnisnya.
Ancaman Serius Bagi Perkembangan Ekonomi
Jika pemerintah mentolelir korupsi dalam belanja barang dan jasa serta investasi, dan dasar pemilihan investasi yang tidak dilandasi pada perkembangan perekonomian – tetapi lebih karena suap- maka cepat atau lambat negara tidak mampu membiayai investasinya sendiri. Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengundang investor asing dengan iming-iming berbagai fasilitas kemudahan. Kebijakan ini tentu akan melumpuhkan perkembangan ekonomi domestik dan masyarakat miskin akan menjadi korban.
4.4  Contoh kasus korupsi di Indonesia
Bandung – Majelis Hakim Pengadilan Tindak pidana Korupsi Bandung memvonis Mantan Direktur Utama Rumah Sakit Cibabat Kota Cimahi, dr Endang KesumaWardani dengan hukuman penjara 1 tahun. Endang juga dituntut membayar denda Rp 50 juta yang jika tidak diganti subsidair dengan kurungan satu bulan penjara.
Sidang putusan atas kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (24/12/2014). Ketua Majelis Hakim yang bertugas dalam kasus tersebut yakni Djoko Indiarto.
“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindakan korupsi yang dilakukan bersam-sama. Menjatuhkan pidana satu tahun penjara dan Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan satu bulan penjara,” ujar Djoko.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa yakni satu tahun enam bulan.
Sebelum membacakan amar putusannya, majelis hakim menyebutkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa berdampak kerugian negara yang cukup besar dan kurang berhati-hati sebagai kuasa pengguna anggaran.
“Yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, menyesali dan belum pernah dihukum. Selain itu, terdakwa juga cuukup lama mengabdi kepada negara,” sebutnya.
Kasus yang menyeret Endang tersebut terjadi pada tahun 2011 yang bermula dari adanya bantuan dana dari APBD Propinsi Jabar senilai Rp 9 milliar untuk pengadaaan 17 macam alat kesehatan untuk RSU Cibabat.
Adanya bantuan pengadaan alkes itu rupanya diketahui oleh Nur Annisa, sales manager PT Behrindo Nusa Perkasa untuk menawarkan alkes ke dr Endang. Setelah melakukan pertemuan beberapa kali akhirnya disetujui pengadaan alkes itu sesuai yang ditawarkan Nur Annisa.
Dalam pengadaan alkes itu menurut jaksa, dr Endang melakukan kesalahan yakni menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) tidak menyusun berdasarkan harga pasar dan survei namun menggunakan harga yang diberikan oleh Nur Annisa yang harganya jauh lebih tinggi.
Hal tersebut bertentangan dengan peraturan presiden no 54 tahun 2010 tentang pengafaan barang dan jasa. Kemudian dalam perjalannnya diketahui bahwa PT Behrindo Nusa Perdana dibuat seolah-olah merupakan sub distributor dari tiga perusahaan distributor alkes.
Selanjutnya pengadaan barang tersebut setelah dikirim ternyata tidak sesuai spesifikasi. Akibat perbuatan terdakwa dr Endang dan Nur Annisa dinilai telah memperkaya PT Behrindo Nusa Perkasa senilai Rp 3,1 miliar.
Menurut jaksa Suroto, terdakwa dr Endang bersama-sama Nur Annisa telah melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, sesuai dakwaan primer.

4.5  Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
1.      Peningkatan kesejahteraan aparat penegak hokum
2.      Penghukuman yang efektif dan berefek jera
3.      Menjadikan Hukum Sebagai Panglima Serta Mengefektifkan Sumber-Sumber Penerimaan Negara.
4.      Sita Massal Terhadap Aset Koruptor untuk Pengembalian Keuangan negara Yang dikorupsi.
5.      Memaksimalkan peran serta public
6.      Perbaikan dan Transparansi dalam Penerimaan PNS
7.      Pemaksimalan Pembuktian Terbalik Dan Perlindungan Saksi
8.      Mengoptimalkan Fungsi Aparat Penegak Hukum dan instansi terkait seperti PPATK dan LPSK
9.      Menjalin Kerjasama Dengan Dunia Internasional
10.  Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) Antikorupsi oleh Presiden




BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1.      Korupsi di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh pihak yang memiliki jabatan dalam pemerintahan.
2.      KPK yang merupakan lembaga pemberantasan korupsi yang dibentuk oleh Pemreintah masih belum membuat koruptor jera.
3.      Para koruptor sudah kehilangan moralitasnya sebagai manusia dan warga negara

5.2 Saran
Korupsi merupakan kejahatan yang dapat merugikan bangsa. Unttuk itu, sebagai warga indonesia seharusnya kita sadar bahwa korupsi merupakan masalah bersama yang membawa negara ini kepada keburukan dan keterpurukan. Sudah saatnya dibuat hukum yang tegas untuk mengembalikan bangsa ini kepada jalurnya yang benar, dan tak ketinggalan pula: pendidikan hati nurani demi tajamnya mentalitas bernegara. Hal ini dapat dilakukan dengan mengedepankan peran akal budi. Akal budi inilah yang memampukan setiap manusia untuk mengarahkan diri kepada pencapaian kebaikan.





DAFTAR PUSTAKA

Kahfi, Rofi Muhammad.2013.Defenisi Etika, Moral dan Moralitas.Dalam: http://apeksmutz.blogspot.com/2013/10/definisi-etika-moral-dan-moralitas.html.
Nurmatari, Avitia.2014.Korupsi Alkes, Mantan Dirut RS Cibabat Cimahi Divonis 1 Tahun Penjara.Dalam: http://news.detik.com/read/2014/12/24/161427/2786853/486/2/korupsi-alkes-mantan-dirut-rs-cibabat-cimahi-divonis-1-tahun-penjara.
Riadi, Muchlisin.2013.Pengertian, Model, Bentuk dan Jenis-Jenis Korupsi.Dalam: http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html
Cahayu, Dwika.2014.Jurnal Moralitas Koruptor.Dalam: http://dwikacahayu.blogspot.com/2014/12/jurnal-moralitas-koruptor-abstrak.html
Tanpa Nama.Dampak dari Korupsi.Dalam: http://smkn3-denpasar.sch.id/pak/?page_id=22.
Zachrie,Ridwan & Wijayanto.2010.Korupsi Mengorupsi Indonesia:sebab, akibat, dan prospek pemberantasan.Jakarta:Gramedia
Buku Democrazy Pilkada